Saudara-saudari yang terkasih!
1.
Tahun ini kita merayakan peringatan
seratus tahun kelahiran Santo Yohanes Paulus II, yang lahir pada 18 Mei 1920 di
Wadowice. Santo yang luar biasa ini telah memberikan kontribusi yang tak
ternilai bagi sejarah negara kita, Eropa, dunia, dan sejarah Gereja semesta.
Banyak yang telah dikatakan dan ditulis tentang Karol Wojtyla, serta
biografinya terkenal dan bahkan telah dilihat dalam berbagai film. Dalam masa
yang sulit bagi kita semua ini - ketika kita bergumul dengan pandemi virus Corona
dan mempertanyakan masa depan keluarga dan masyarakat kita – kita perlu mempertanyakan
apa yang akan dikatakannya hari ini? Pesan apa yang akan disampaikan kepada
kita rekan senegaranya pada Mei 2020?
Pertama,
terlintas dalam benak kita kata-kata ini yang diucapkannya kepada kita dalam
homili inagurasi pontifikasinya. "Jangan takut. Buka pintu lebar-lebar
bagi Kristus. Kuasa-Nya yang menyelamatkan membuka batas-batas negara, sistem
ekonomi dan politik, ranah budaya, peradaban, dan pembangunan yang luas. Jangan takut.
Kristus mengenal "apa yang ada di dalam diri manusia". Ia sendiri
yang mengenalinya" (22 Oktober 1978). Ya, Kristus mengenal, apa yang dibawa
diri kita masing-masin, Ia dengan sempurna mengenal sukacita, kekhawatiran,
harapan, ketakutan, dan kerinduan kita. Hanya Ia yang bisa menjawab pertanyaan,
yang kita ajukan pada diri kita hari ini.
Santo
Yohanes Paulus II adalah orang, yang hidupnya dengan jelas menunjukkan
penderitaan dan ketidakpastian akan masa depan. Jalannya menuju kekudusan menempuh
serangkaian pengalaman hidup yang sulit, seperti kematian dini sang ibu yang dicintainya
atau kekejaman Perang Dunia II. Ia menerima peristiwa-peristiwa ini dengan iman
bahwa Allah pada akhirnya membimbing sejarah manusia, dan kematian bukanlah kehendak
Sang Pencipta. Jika Paus asal Polandia tersebut hidup hari ini, ia pasti akan
memahami orang-orang yang berada dalam pengasingan dan karantina. Ia akan mendoakan
orang sakit, orang yang meninggal, dan keluarga mereka. Ia sendiri berulang
kali sakit dan menderita dalam kondisi pengasingan rumah sakit, tanpa
kemungkinan merayakan Misa bersama umat beriman. Edmund, kakaknya, meninggal
pada usia 26 tahun, sebagai seorang dokter muda ketika ia mengidap penyakit yang
berasal dari seorang pasien yang sakit, mencurahkan seraya merawat mereka. Batu
nisannya bertuliskan, "Ia mencurahkan masa mudanya diberikan untuk
membantu umat manusia yang menderita". Untuk mengenang kakaknya, Paus kita
yang kudus menyimpan stetoskop medis di atas mejanya. Santo Yohanes Paulus II
memahami dan menghargai pekerjaan para dokter, para perawat, paramedis, dan para
pekerja medis, yang sering ia doakan dan ia temui.
2.
Permulaan jalan menuju jenjang imamat
Karol Wojtyla terjadi selama Perang Dunia II. Bersama rekan-rekan senegaranya,
ia menjadi korban dari dua sistem totaliter : sosialisme nasional dan
internasional. Keduanya menyangkal Allah. Keduanya tumbuh karena sebuah keangkuhan,
penghinaan, dan kebencian terhadap orang lain. Keduanya mengambil kebebasan dan
martabat dari orang-orang. Keduanya membawa ketakutan dan kematian. Kedua
sistem ini juga bekerjasama untuk membasmi kaum intelektual Polandia dan
mengubah rupa negara Polandia menjadi budak. Pada waktu itu, Karol Wojtyła muda
adalah seorang pekerja di tambang pabrik kimia Solvay di Łagiewniki dekat
Kraków.
Bab
berikutnya dari buku Santo Yohanes Paulus II adalah pelayanannya sebagai
seorang imam dan uskup Krakow. Setelah dua tahun belajar di Roma, ia menjadi
vikaris dan katekis pada paroki di Niegowici, kemudian ia bekerja di Krakow. Ia
mengajar di seminari dan universitas. Pada tanggal 29 September 1958, ia
ditahbiskan sebagai Uskup Auksilier Keuskupan Agung Kraków, dan pada 1964 ia diangkat
menjadi Uskup Keuskupan Agung Kraków. Ia aktif berpartisipasi dalam semua sesi Konsili
Vatikan II. Pada tahun 1967, Paus Paulus VI mengangkatnya sebagai kardinal.
Selama rezim komunis, ia sangat membela nilai-nilai kristiani. Terbuka untuk
berdialog, ia melihat saudaranya dalam setiap orang. Ia terus-menerus menyerukan
penghormatan martabat setiap manusia. Ia muncul dengan antusiasme pastoral. Dengan
sepenuh hati ia mengabdi untuk bekerja dengan kaum muda, para pelajar, dan para
suami-istri muda. Berwisata ke gunung, bermain ski, berkemah dalam sanubari
alam membantunya untuk membawa orang lebih dekat kepada Allah. Ia bersenda
gurau, mendengarkan, dan mengajar, menetapkan tujuan dan persyaratan tinggi
bagi kaum muda. "Penemuan Kristus adalah petualangan terindah dalam
hidupmu" – kata pertamnya kepada kaum muda di Polandia, dan kemudian - di
seluruh dunia.
Maka,
hari bersejarah tersebut tiba pada 16 Oktober 1978, ketika Kardinal Karol
Wojtyla terpilih sebagai paus. Di sini ternyata betapa pentingnya sosok
Kardinal Stefan Wyszyński dalam hidupnya. Setelah terpilih menjadi Paus,
Yohanes Paulus II berkata : "Tidak akan ada di Takhta Petrus, Paus asal Polandia
ini, yang hari ini penuh dengan rasa takut akan Allah, tetapi juga penuh percaya
diri memulai sebuah pontifikasi, kalau bukan karena imanmu, tekadmu untuk tidak
melarikan diri dari penjara dan penderitaan, harapanmu yang heroik, kepercayaanmu
yang tak kenal lelah kepada Bunda Gereja. Kalau bukan karena Jasna Gora”. Keduanya
sangat terhubung dengan Tempat Suci Jasna Góra. Di sana, mereka mempercayakan
segalanya kepada Bunda Allah.
Pemilihan
Kardinal Karol Wojtyła sebagai penerus Santo Petrus membuka babak baru, tidak
hanya dalam hidupnya, tetapi juga dalam sejarah Gereja di Polandia dan di dunia.
Kurang dari setahun kemudian, kata-kata doa bergema di Polandia : "Aku sedang
menyerukan, aku, putra negeri Polandia, dan aku, Yohanes Paulus II, Paus. Aku menyerukan
dari kedalaman Milenium ini, aku sedang menyerukan pada malam Hari Pentakosta, aku
menyerukan kamu semua : Perkenankan Roh-Mu turun! Perkenankan Roh-Mu turun dan perbaharui
muka bumi. Negeri ini! Kata-kata ini, diucapkan pada 2 Juni 1979 selama Misa.
Di Lapangan Kemangan di Warsawa, kata-kata tersebut menjadi titik balik dalam
proses perubahan demokrasi Polandia. Kata-kata tersebut memberi keberanian dan
harapan yang dibutuhkan Polandia pada saat itu. Hari ini - dengan mengingat
kembali - kita dapat memperlakukannya sebagai kata-kata kenabian.
3.
Santo Yohanes Paulus II memberitakan
Injil ke seluruh dunia. Ia mengunjungi 132 negara dan sekitar 900 tempat.
Ajarannya masih berlaku. Ajarannya layak untuk dicapai, terutama melalui
internet dan melalui media sosial, memanfaatkan kemungkinan yang ditawarkan
oleh teknologi baru. Sudah sejak tahun 2002 Paus Yohanes Paulus II menyerukan
kepada seluruh Gereja untuk berangkat menuju kedalaman, kedalaman ruang maya.
Dengan
mewartakan kebutuhan untuk menghormati hak-hak setiap pribadi manusia, Paus Yohanes
Paulus II membela orang yang paling lemah dan rentan. Hari ini, ketika selama
pandemi virus Corona dunia berjuang untuk setiap kehidupan manusia, harus
diingat bahwa Yohanes Paulus II menuntut perlindungan kehidupan manusia sejak dari
dalam kandungan hingga kematian alami. Ia menekankan bahwa dalam ranah
kehidupan apa pun tidak bisa hukum sipil menggantikan hati nurani yang dibentuk
sebagaimana mestinya. Ketika banyak orang khawatir tentang perubahan
demografis, penurunan jumlah penduduk, dan penuaan Eropa, kata-katanya masih
merupakan peringatan yang berlaku : "suatu bangsa yang membunuh
anak-anaknya sendiri adalah suatu bangsa tanpa masa depan". Pada 1991, di
Radom, Santo Yohanes Paulus II berkata : "Kuburan para korban kekejaman
manusia di abad kita ini bergabung dengan kuburan besar lainnya : kuburan orang-orang
yang masih dalam kandungan, kuburan orang-orang yang tak berdaya, yang wajahnya
bahkan tidak dikenali ibu mereka sendiri, karena menerima atau menyerah pada
tekanan untuk mengenyahkan hidup mereka bahkan sebelum mereka dilahirkan. Namun
mereka sudah memiliki kehidupan ini, mereka sudah dikandung, mereka berkembang
di bawah hati ibu mereka, tanpa merasakan ancaman yang fana. Dan ketika ancaman
itu menjadi kenyataan, manusia yang tak berdaya ini berjuang untuk
mempertahankan diri. Kamera televisi telah merekam pertahanan yang menyedihkan
dari anak yang belum lahir di dalam rahim terhadap serangan. Saya pernah
menonton film seperti itu - dan sampai hari ini saya tidak bisa membebaskan
diri daripadanya, saya tidak bisa membebaskan diri dari ingatan tersebut. Sulit
membayangkan situasi yang lebih mengerikan dalam dimensi moral manusiawinya.
"Rakyat
Polandia dan Polandia adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan Santo
Yohanes Paulus II, yang setelah bertahun-tahun mengakui : "Urusan tanah
air saya selalu dan sangat dekat dengan saya. Segala sesuatu yang dialami bangsa
saya sangat terbawa dalam hati saya. Saya menganggap kebaikan tanah air menjadi
kebaikan saya” (Audiensi ke Polandia pada kesempatan peringatan 20 tahun pontifikasinya,
1998). Polandia adalah negara yang paling sering dikunjungi oleh Bapa Suci - ia
melakukan sembilan peziarahan ke tanah airnya. Ia selalu datang dengan pesan
khusus kepada rekan senegaranya, disesuaikan dengan situasi agama dan politik
saat ini. Setiap peziarahan diperlakukan oleh rakyat Polandia sebagai retret
nasional, dan jutaan orang berpartisipasi dalam pertemuan dengan Paus. Santo
Yohanes Paulus II mendesak rakyat Polandia untuk berkeadilan sosial dan saling
menghormati. serta bersetiakawanan sosial. Kesetiakawanan - kesetiakawanan
berarti : kita dan orang lain, jika ada beban, beban itu harus dipikul bersama,
bersama-sama, dalam komunitas. Jadi tidak pernah lagi, kita berlawanan dengan
orang lain, kita berlawanan dengan orang lain. Dan tidak pernah sebuah
"beban" dilahirkan oleh manusia sendiri (Gdańsk, 1987).
4.
Bagi banyak orang kesaksian tentang
kebenaran Injil, yang diberikan Santo Yohanes Paulus II kepada dunia terdengar
sangat meyakinkan ketika ia harus secara pribadi berurusan dengan penderitaan
dan penyakit, dan pada akhir hidupnya menghadapi kebutuhan akan kematian. Ia
pertama kali mengalami pengalaman penderitaan besar dengan upaya pembunuhan
pada 13 Mei 1981. Stanisław Kardinal Dziwisz, mantan sekretaris pribadi Santo
Yohanes Paulus II dan seorang saksi kekudusannya, mengingat saat yang sangat
dramatis ini : "Saya ingat bahwa pada saat percobaan pembunuhan di Lapangan
Santo Petrus, [Paus] tetap tenang dan tenang, meskipun situasinya dramatis dan
ancaman terhadap hidupnya sangat besar. Ketika saya tanyakan, ia menegaskan
bahwa ia merasakan sakit yang disebabkan oleh luka-luka, juga menunjukkan letak
luka-luka tersebut kepada saya. Namun, kita tidak boleh berbicara tentang
kepanikan. Sebelum kehilangan kesadaran, ia segera mempercayakan dirinya kepada
Maria dan mengatakan bahwa ia akan mengampuni orang yang menembaknya”.
Pada
hari terakhir peziarahannya di bumi, 2 April 2005, Yohanes Paulus II penuh
kedamaian batin dan tunduk kepada kehendak Allah. Sebagaimana dikenang oleh
Kardinal Dziwisz, Paus Yohanes Paulus II "tenggelam dalam doa, ia
menyadari kondisinya dan apa yang sedang terjadi padanya. Ia meminta untuk dibacakan
penggalan-penggalan Injil menurut Santo Yohanes. Ia berpisah dengan para
koleganya, di antaranya Joseph Kardinal Ratzinger, para biarawati yang
merawatnya, fotografer Arturo Mari. Ketika kami sedang merayakan Misa, ia
semakin lemah, dengan kesadaran yang semakin berkurang, tetapi masih siap untuk
pergi ke rumah Bapa".
Selama
pemakaman Yohanes Paulus II, pada 8 April 2005, angin menutup kitab Injil di
peti mati dengan embusan angin yang kencang. Seolah-olah ia telah menutup kitab
kehidupannya. Di akhir upacara, umat beriman berkumpul di Lapangan Santo Petrus
meneriakkan "Santo Subito!" "Selekasnya santo!". Dengan
cara ini mereka meminta Gereja untuk mewartakan apa yang mereka yakini : Paus
ini benar-benar orang kudus!
Kita
sangat bahagia bahwa pada tanggal 7 Mei tahun ini – tepat hampir 100 tahun kelahiran
Yohanes Paulus II - di Basilika Kelahiran Santa Perawan Maria di Wadowice,
tempat ia dibaptis, dengan persetujuan Takhta Suci. dimulai proses beatifikasi kedua
orangtuanya : Hamba Allah Emilia dan Karol Wojtyłów. Kita tahu betul bahwa
tidak akan ada orang, imam dan uskup seperti Karol Wojtyła, jika orangtuanya
tidak memiliki iman yang luar biasa.
5.
Paus Fransiskus, yang menganonisasi
Yohanes Paulus II, dalam pengantar buku yang diterbitkan di Vatikan pada
peringatan 100 tahun kelahiran Paus asal Polandia tersebut mengakui :
"Berkali-kali dalam kehidupan presbiterat dan episkopat saya, saya
memandangnya, memohonkan dalam doa saya karunia kesetiaan kepada Injil, sama
seperti ia memberikan kesaksian bagi keempat Injil. Lima belas tahun memisahkan
kita dari kematiannya. Mungkin tidak banyak, tetapi itu adalah waktu yang lama
untuk para remaja dan kaum muda yang tidak mengenalnya atau yang hanya memiliki
sedikit kenangan samar-samar akan masa kecilnya. Karena alasan ini, pada peringatan
100 tahun kelahirannya, mengenang saksi iman yang sungguh kudus yang diberikan Allah
bagi Gereja dan umat manusia ini sungguh tepat (San Giovanni Paolo II, 100
anni, Parole e Immagini, Prefazione di Papa Francesco [Santo Yohanes Paulus
II, 100 tahun. Kata-kata dan Gambar, dengan Pengantar oleh Paus Fransiskus],
Citta del Vaticano, Libreria Editrice Vaticana 2020, bab 3, 6)
Sejak
kematian Santo Yohanes Paulus II, orang-orang dari seluruh dunia berdoa
terus-menerus di makamnya di Basilika Santo Petrus. Melalui dia, mereka memohon
pertolongan Allah yang diperlukan. Marilah kita bergabung dengan mereka dan mendoakan
- melalui perantaraannya - ujud yang kita bawa dalam hati kita. Marilah kita mendoakan
tanah air kita, Eropa, dan seluruh dunia. Marilah kita mendoakan kesudahan
pandemi ini, orang-orang sakit, orang-orang yang meninggal dan keluarga mereka,
para dokter, pelayanan medis dan semua orang yang mempertaruhkan nyawa mereka
demi keselamatan kita. Semoga peringatan 100 tahun kelahiran Paus asal Polandia
ini menjadi seruan persaudaraan dan persatuan bagi kita. Semoga peringatan ini
menjadi sumber harapan dan kepercayaan pada Kerahiman Allah.
Santo
Yohanes Paulus II, doakanlah kami. Amin.
Uskup
Agung Stanisław Gądecki
Uskup
Keuskupan Agung Poznan
Ketua
Konferensi Wali Gereja Polandia
Wakil
Ketua Dewan Konferensi Uskup Eropa
Uskup
Artur G. Miziński
Sekretaris
Jenderal Konferensi Wali Gereja Polandia
Uskup
Agung Marek Jędraszewski
Uskup
Keuskupan Agung Krakow
Wakil
Ketua Konferensi Wali Gereja Polandia
Warsawa,
7 Mei 2020
[Surat
ini akan dibacakan pada hari Minggu, 17 Mei 2020]
______
(dialihbahasakan
oleh Peter Suriadi dari https://zenit.org/articles/polish-bishops-issue-letter-for-saint-pope-john-paul-ii-centenary-full-text/)