[Karena Paus Fransiskus menderita linu panggul, homili dibacakan oleh Kurt Kardinal Koch yang memimpin ibadat vesper tersebut]
“Tinggallah di dalam kasih-Ku” (Yoh
15:9). Yesus mengaitkan permohonan ini dengan gambaran pokok anggur dan
ranting-rantingnya, gambaran terakhir yang ditawarkan-Nya kepada kita di dalam
Injil. Tuhan sendiri adalah pokok anggur, pokok anggur yang "benar"
(ayat 1), yang tidak mengkhianati pengharapan kita, tetapi sungguh tetap setia
dalam kasih, terlepas dari dosa dan perpecahan kita. Di atas pokok anggur ini,
yaitu diri-Nya sendiri, kita semua, yang dibaptis, dicangkokkan seperti
ranting. Ini berarti bahwa kita dapat tumbuh dan menghasilkan buah hanya jika
kita tetap bersatu dengan Yesus. Malam ini marilah kita memikirkan kesatuan
yang sangat diperlukan ini, yang memiliki sejumlah tingkatan. Dengan memikirkan
pokok anggur, kita dapat membayangkan kesatuan yang terdiri dari tiga cincin
yang sepusat, seperti cincin batang pohon.
Lingkaran pertama, yang paling dalam,
tinggal di dalam Yesus. Inilah titik awal perjalanan setiap orang menuju
persatuan. Di dunia yang serba cepat dan rumit dewasa ini, kita mudah
kehilangan arah, kita seperti ditarik dari setiap sisi. Banyak orang merasa
tersempal secara internal, tidak dapat menemukan titik tetap, pijakan yang
mantap, di tengah perubahan kehidupan. Yesus memberitahu kita bahwa rahasia
kemantapan adalah tinggal di dalam Dia. Dalam bacaan sore ini, Ia mengatakan
hal ini sebanyak tujuh kali (bdk. ayat 4-7,9-10). Karena Ia tahu bahwa "di
luar diri-Nya, kita tidak dapat berbuat apa-apa" (bdk. ayat 5). Yesus juga
menunjukkan kepada kita bagaimana tinggal di dalam Dia. Ia mewariskan teladan
kepada kita : setiap hari Ia menarik diri untuk berdoa di tempat-tempat
terpencil. Kita membutuhkan doa, seperti kita membutuhkan air, untuk hidup. Doa
pribadi, menghabiskan waktu bersama Yesus, adorasi, ini penting jika kita ingin
tinggal di dalam Dia. Dengan cara ini, kita dapat menempatkan kekhawatiran,
harapan dan ketakutan, suka dan duka kita di dalam hati Tuhan. Yang terpenting,
berpusat pada Yesus dalam doa, kita dapat mengalami kasih-Nya. Dan dengan cara
ini menerima daya hidup baru, seperti ranting yang mengambil getah dari batang.
Ini adalah persatuan yang pertama, keutuhan pribadi kita, karya rahmat yang
kita terima dengan tinggal di dalam Yesus.
Lingkaran kedua adalah persatuan
dengan umat Kristiani. Kita adalah ranting dari pokok anggur yang sama, kita
adalah "saluran komunikasi", dalam arti bahwa kebaikan atau kejahatan
yang dilakukan oleh kita masing-masing mempengaruhi semua orang lain. Jadi,
dalam kehidupan rohani, ada semacam "hukum dinamika" : sejauh kita
tinggal di dalam Allah, kita mendekat kepada orang lain, dan sejauh kita
mendekat kepada orang lain, kita tinggal di dalam Allah. Ini berarti bahwa jika
kita berdoa kepada Allah dalam roh dan kebenaran, maka kita menyadari kebutuhan
kita untuk mengasihi orang lain sementara, di sisi lain, “jika kita saling
mengasihi, Allah tetap di dalam kita” (1 Yoh 4:12). Doa selalu menuntun pada
kasih; jika tidak, doa akan menjadi ritual kosong. Karena tidaklah mungkin berjumpa
Yesus terpisah dari tubuh-Nya, yang terdiri dari banyak anggota, sebanyak orang
yang dibaptis. Jika penyembahan kita tulus, kita akan bertumbuh dalam mengasihi
semua orang yang mengikuti Yesus, terlepas dari persekutuan Kristiani yang
mereka miliki, karena meskipun mereka mungkin bukan "salah seorang dari
kita", mereka adalah milik-Nya.
Meski begitu, kita tahu bahwa
mengasihi saudara-saudari kita tidak mudah, karena aib dan kekurangan mereka
langsung terlihat, dan luka masa lalu muncul di benak. Di sini Bapa datang
untuk membantu kita, karena sebagai pengusaha (bdk. Yoh 15:1), Ia tahu persis
apa yang harus dilakukan : “setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah,
dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih
banyak berbuah” (Yoh 15: 2). Bapa memotong dan membersihkan. Mengapa? Karena
untuk mengasihi, kita perlu dilucuti dari semua yang menyesatkan kita dan
membuat kita menarik diri dan dengan demikian gagal menghasilkan buah.
Kemudian, marilah kita memohon kepada Bapa untuk membersihkan prasangka kita
terhadap orang lain, dan keterikatan duniawi yang menghalangi persatuan penuh
dengan seluruh anak-anak-Nya. Dengan dimurnikan dalam kasih, kita akan mampu
untuk mengurangi perhatian terhadap rintangan duniawi dan batu sandungan masa
lalu, yang dewasa ini mengalihkan kita dari Injil.
Lingkaran persatuan yang ketiga, yang
terbesar, adalah seluruh umat manusia. Di sini, kita dapat merenungkan karya
Roh Kudus. Di dalam pokok anggur yaitu Kristus, Roh adalah getah yang menyebar
ke seluruh ranting. Roh bertiup ke mana pun Ia mau, dan ke mana pun Ia ingin
memulihkan persatuan. Ia mendorong kita untuk mengasihi tidak hanya orang-orang
yang mengasihi kita dan sepikiran dengan kita, tetapi mengasihi semua orang,
seperti yang diajarkan Yesus kepada kita. Ia memungkinkan kita untuk mengampuni
musuh dan kesalahan yang telah kita tanggung. Ia mengilhami kita untuk aktif
dan kreatif dalam kasih. Ia mengingatkan kita bahwa sesama kita bukan hanya
mereka yang ambil bagian dalam nilai dan gagasan kita, serta kita dipanggil
untuk menjadi sesama bagi semua, orang Samaria yang baik bagi umat manusia yang
lemah, miskin dan, di zaman kita, sangat menderita. Umat manusia yang sedang
terbaring di pinggir jalan dunia kita, yang ingin dibangunkan Allah dengan
kasih sayang. Semoga Roh Kudus, sumber rahmat, membantu kita untuk hidup dalam
kecuma-cumaan, mengasihi bahkan orang-orang yang tidak mengasihi kita pada
gilirannya, karena melalui kasih yang murni dan tanpa pamrihlah Injil
menghasilkan buah. Sebatang pohon dikenal dari buahnya : kasih kita yang tanpa
pamrih akan dikenal jika kita merupakan bagian dari pokok anggur Yesus.
Dengan demikian, Roh Kudus
mengajarkan kita tentang keberwujudan kasih untuk semua saudara dan saudari
yang dengannya kita berbagi kemanusiaan yang sama, kemanusiaan yang ke dalamnya
secara tak terpisahkan Kristus mempersatukan diri-Nya dengan mengatakan kepada
kita bahwa kita akan selalu menemukan-Nya dalam diri orang-orang miskin dan
orang-orang yang paling membutuhkan (bdk. Mat 25:31-45). Dengan bersama-sama
melayani mereka, sekali lagi kita akan menyadari bahwa kita adalah saudara dan
saudari, dan akan bertumbuh dalam persatuan. Roh, yang memperbarui muka bumi,
juga mengilhami kita untuk merawat rumah kita bersama, membuat pilihan yang
berani berkenaan dengan bagaimana kita hidup dan mengonsumsi, karena kebalikan
dari buah yang limpah adalah eksploitasi, dan bagi kita, menyia-nyiakan sumber
daya yang berharga sementara banyak sumber daya lainnya dirampas sangatlah
memalukan.
Roh yang sama itu, sang arsitek
perjalanan ekumenis, telah memimpin kita malam ini untuk berdoa bersama. Saat
kita mengalami persatuan yang berasal dari menyapa Allah dengan satu suara,
saya ingin berterima kasih kepada semua orang yang selama pekan ini telah mendoakan,
dan terus mendoakan, persatuan umat Kristiani. Saya menyampaikan salam
persaudaraan kepada para perwakilan Gereja dan komunitas gerejawi yang
berkumpul di sini, kepada Gereja Ortodoks muda dan Gereja Ortodoks Oriental
yang belajar di sini di Roma di bawah naungan Dewan untuk Mempromosikan
Persatuan Umat Kristiani, dan kepada para profesor dan mahasiswa Institut
Ekumenis di Bossey, yang berkehendak datang ke Roma seperti tahun-tahun
sebelumnya, tetapi tidak dapat melakukannya karena pandemi dan mengikuti kami
melalui media. Saudara dan saudari terkasih, semoga kita tetap bersatu di dalam
Kristus. Semoga Roh Kudus dicurahkan ke dalam hati kita membuat kita merasa
anak-anak Bapa, saudara dan saudari satu sama lain, saudara dan saudari dalam
satu keluarga manusiawi kita. Semoga Tritunggal Mahakudus, persekutuan kasih,
membuat kita bertumbuh dalam persatuan.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 25 Januari
2021)