Dan
hari ini marilah kita menyimak baik-baik katekese, karena setelahnya ada sirkus
yang akan tampil untuk kita. Marilah kita melanjutkan perjalanan kita mengenai
keburukan dan kebajikan; dan para Bapa Gereja zaman dahulu mengajarkan kepada
kita bahwa, setelah keserakahan, ‘iblis’ kedua – yaitu kejahatan – yang selalu
bersembunyi di depan pintu hati adalah hawa nafsu, yang dalam bahasa Yunani
disebut porneia. Meskipun keserakahan adalah kerakusan dalam hal makanan, sifat
buruk yang kedua ini adalah sejenis ‘kerakusan’ terhadap orang lain, yaitu
ikatan beracun yang dimiliki manusia satu sama lain, terutama dalam ranah
seksualitas.
Berhati-hatilah
: agama Kristiani tidak mengecam naluri seksual. Tidak ada kecaman. Sebuah
kitab dalam Kitab Suci, Kidung Agung, adalah puisi cinta yang indah antara dua
kekasih. Namun, dimensi indah ini, dimensi seksual, dimensi cinta, dimensi
kemanusiaan kita bukannya tanpa bahaya, sedemikian rupa sehingga Santo Paulus
sudah membahas masalah ini dalam Surat Pertama kepada Jemaat di Korintus. Santo
Paulus menulis: “Memang ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang
begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang
tidak mengenal Allah” (5:1). Celaan Rasul justru menyangkut penanganan
seksualitas yang tidak sehat oleh sebagian umat Kristiani.
Tetapi
marilah kita lihat pengalaman manusiawi, pengalaman jatuh cinta. Ada begitu
banyak pengantin baru di sini: kamu bisa membicarakan hal ini. Mengapa misteri
ini terjadi, dan mengapa merupakan pengalaman yang sangat menghancurkan dalam
kehidupan banyak orang, tidak seorang pun dari kita yang tahu. Seseorang jatuh
cinta pada orang lain, jatuh cinta terjadi begitu saja. Ini adalah salah satu
kenyataan kehidupan yang paling menakjubkan. Kebanyakan lagu yang kamu dengar
di radio berkisah tentang hal ini: cinta yang bersinar, cinta yang selalu
dicari dan tak pernah tercapai, cinta yang penuh kebahagiaan, atau yang
menyiksa kita hingga menitikkan air mata.
Jika
tidak tercemar oleh keburukan, jatuh cinta adalah salah satu perasaan yang
paling murni. Seseorang yang sedang jatuh cinta menjadi murah hati, senang
memberi hadiah, menulis surat dan puisi. Ia berhenti memikirkan dirinya untuk
sepenuhnya berfokus pada orang lain. Hal ini indah. Dan jika kamu bertanya
kepada seseorang yang sedang jatuh cinta, “Mengapa kamu mencintai?” mereka
tidak akan punya jawaban: Dalam banyak hal, cinta mereka tidak bersyarat, tanpa
alasan apa pun. Kamu harus bersabar jika cinta yang begitu kuat itu juga sedikit
bersahaja: sepasang kekasih tidak terlalu saling mengenal wajah, cenderung
mengidealkan pasangannya, siap memberikan janji yang bobotnya tidak segera
mereka pegang. Namun, 'taman' tempat keajaiban berlipat ganda ini tidak aman
dari kejahatan. 'Taman' ini dikotori oleh setan nafsu, dan keburukan ini sangat
menjijikkan, setidaknya karena dua alasan. Setidaknya dua.
Pertama,
karena merusak hubungan antarmasyarakat. Sayangnya, untuk membuktikan kenyataan
tersebut, berita harian saja sudah cukup. Berapa banyak hubungan yang dimulai
dengan cara terbaik kemudian berubah menjadi hubungan yang beracun, kepemilikan
terhadap orang lain, kurangnya rasa hormat dan batasan? Semua ini adalah
cinta-cinta yang di dalamnya kesucian telah hilang: suatu kebajikan yang tidak
boleh disamakan dengan pantang seksual – kesucian adalah sesuatu yang berbeda
dari pantang seksual – melainkan harus dihubungkan dengan keinginan untuk tidak
pernah memiliki orang lain. Mencintai berarti menghormati orang lain, mencari
kebahagiaannya, menumbuhkan empati terhadap perasaannya, menempatkan diri pada
pengetahuan tentang tubuh, psikologi, dan bukan jiwa kita, dan harus
direnungkan karena keindahan yang dibawanya. Itulah cinta, dan cinta itu indah.
Hawa nafsu, sebaliknya, mengolok-olok semua ini: hawa nafsu menjarah, merampas,
mengkonsumsi dengan tergesa-gesa, tidak mau mendengarkan orang lain tetapi
hanya kebutuhan dan kesenangannya sendiri; hawa nafsu menilai setiap pacaran
membosankan, ia tidak mencari perpaduan antara akal, dorongan, dan perasaan
yang akan membantu kita menjalani kehidupan dengan bijak. Orang yang bernafsu
hanya mencari jalan pintas: ia tidak mengerti bahwa jalan menuju cinta harus
dilalui secara perlahan, dan kesabaran ini, jauh dari identik dengan kebosanan,
memungkinkan kita membuat hubungan cinta kita bahagia.
Namun
ada alasan kedua mengapa hawa nafsu adalah keburukan yang berbahaya. Di antara
semua kesenangan manusia, seksualitas bersuara yang kuat. Seksualitas
melibatkan seluruh indra; seksualitas tinggal di dalam tubuh dan jiwa, serta
sangat indah; namun jika tidak didisiplinkan dengan kesabaran, jika tidak
ditorehkan dalam suatu hubungan dan dalam cerita di mana dua individu
mengubahnya menjadi tarian cinta, maka akan berubah menjadi rantai yang
merampas kebebasan manusia. Kenikmatan seksual yang merupakan karunia Allah
dirusak oleh pornografi: kepuasan tanpa hubungan yang dapat menimbulkan
bentuk-bentuk kecanduan. Kita harus mempertahankan cinta, cinta hati, cinta
pikiran, cinta tubuh, cinta murni dalam memberikan diri kepada orang lain. Dan
inilah indahnya hubungan seksual.
Memenangkan
pertarungan melawan hawa nafsu, melawan “obyektifikasi” orang lain, bisa
menjadi upaya seumur hidup. Namun hasil dari pertarungan ini adalah yang paling
penting dari semuanya, karena melestarikan keindahan yang dituliskan Allah ke
dalam ciptaan-Nya ketika Ia membayangkan cinta antara pria dan wanita, yang
bertujuan bukanuntuk memanfaatkan satu sama lain, namun untuk saling mencintai.
Keindahan itulah yang membuat kita percaya bahwa membangun cerita bersama lebih
baik daripada mencari petualangan – ada begitu banyak Don Juan di luar sana;
membangun cerita bersama lebih baik daripada mencari petualangan; memupuk
kelembutan lebih baik daripada tunduk pada setan kepemilikan – cinta sejati tidak
memiliki, ia memberikan dirinya; melayani lebih baik daripada menaklukkan.
Karena jika tidak ada cinta, hidup ini menyedihkan, kesepian yang menyedihkan.
[Imbauan]
Saya
menyampaikan simpati dan kesetiakawanan saya kepada para korban, semuanya warga
sipil, serangan roket yang menghantam daerah perkotaan Erbil, ibu kota wilayah
otonomi Kurdistan Irak. Hubungan baik antartetangga tidak dibangun dengan
tindakan seperti itu tetapi dengan dialog dan kerja sama. Saya meminta semua
orang menghindari langkah apa pun yang meningkatkan ketegangan di Timur Tengah
dan skenario perang lainnya.
[Sapaan Khusus]
Besok
Pekan Doa Untuk Persatuan Umat Kristiani dimulai, yang tahun ini bertemakan:
“Kasihilah Tuhan, Allahmu... dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri” (bdk. Luk 10:27). Saya mengundangmu untuk berdoa agar umat Kristiani
dapat mencapai persekutuan penuh dan memberikan kesaksian kasih yang seia
sekata terhadap semua orang, terutama terhadap mereka yang paling rentan.
Saya
menyapa dengan hangat kepada para peziarah berbahasa Italia. Secara khusus,
saya menyapa umat Bellizzi, kelompok FederCasa, Institut Pio IX-La Salle di
Roma dan Sekolah Highlands di Roma.
Akhirnya,
pikiranku tertuju pada orang muda, orang sakit, orang tua, dan pengantin baru. Hari
ini liturgi memperingati Santo Antonius Abbas, salah seorang pendiri
monastisisme. Semoga teladannya mendorongmu untuk menerima Injil tanpa kompromi.
Dan
kita jangan melupakan negara-negara yang sedang berperang, kita jangan
melupakan Ukraina, kita jangan melupakan Palestina, Israel, kita jangan
melupakan penduduk Jalur Gaza yang sangat menderita. Marilah kita mendoakan
banyak korban perang, banyak korban. Perang selalu menghancurkan, perang tidak
menebar cinta, perang menebar kebencian. Perang adalah kekalahan sejati bagi
manusia. Marilah kita mendoakan orang-orang yang menderita dalam perang.
Berkatku
untuk kamu semua!
[Ringkasan dalam
Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]
Saudara-saudari
terkasih: Dalam katekese kita tentang kebajikan dan keburukan, kita sekarang
beralih ke hawa nafsu, yang bertentangan dengan keindahan cinta yang telah
ditanamkan Sang Pencipta di dalam hati kita dan memanggil kita untuk membina
hubungan kita dengan orang lain, terutama penggunaan seksualitas kita secara
bertanggung jawab. Hawa nafsu meracuni kemurnian cinta dengan mengubahnya dari
penerimaan yang suci, sabar dan murah hati terhadap orang lain dalam segala
kekayaan misterius keberadaannya, menjadi keinginan egois untuk memiliki dan
kepuasan segera. Karunia seksualitas Allah, yang terungkap secara luhur dalam
cinta suami-istri, bertujuan untuk memenuhi kepuasan manusia dan kebebasan
sejati, sedangkan hawa nafsu membelenggu kita dalam keegoisan dan kekosongan.
Semoga hati kita selalu menghargai keindahan cinta, yang ikut serta dalam
misteri kasih Allah yang tak bersyarat bagi kita, yang diciptakan menurut
gambar-Nya.
_______
(Peter Suriadi - Bogor, 17 Januari 2024)