Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM AUDIENSI UMUM 1 Oktober 2025 : YESUS KRISTUS PENGHARAPAN KITA. 3. PASKAH YESUS. 9. “DAMAI SEJAHTERA BAGI KAMU" (YOH 20:21)

[Sapaan di Aula Paulus VI sebelum Audiensi Umum di Lapangan Santo Petrus]

 

Dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Damai sejahtera bagi kamu!

 

Selamat pagi!

 

Para peziarah terkasih, selamat pagi! Dengan penuh kasih saya menyapa kamu semua yang datang dari Jerman ke Roma dengan peziarahan Malteser Hilfsdienst. Terima kasih, terima kasih, terima kasih!

 

Sebelum menuju Audiensi Umum di Lapangan Santo Petrus, saya ingin bertemu langsung denganmu di Aula Paulus VI. Di sini, kamu dapat mengikuti perkembangan yang terjadi di Lapangan Santo Petrus melalui layar, dan pada saat yang sama kamu akan merasa lebih terlindungi.

 

Sekarang marilah kita bersama-sama mendaraskan doa Salam Maria, serahkan segala intensimu dan orang-orang di rumah yang ingin kaudoakan kepada Santa Perawan Maria, dan kemudian saya akan menyampaikan berkat apostolik.

____________________________

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Pusat iman kita dan inti pengharapan kita berakar kuat pada kebangkitan Kristus. Ketika kita membaca keempat Injil dengan saksama, kita menyadari bahwa misteri ini mengejutkan bukan hanya karena seorang manusia – Putra Allah – bangkit dari kematian, tetapi juga karena cara Ia memutuskan untuk melakukannya. Sungguh, kebangkitan Yesus bukanlah kemenangan yang bombastis, juga bukan balas dendam atau pembalasan terhadap musuh-musuh-Nya. Kebangkitan Yesus merupakan kesaksian yang luar biasa tentang bagaimana kasih mampu bangkit kembali setelah kekalahan besar untuk melanjutkan perjalanannya yang tak terhentikan.

 

Ketika kita bangkit kembali setelah trauma yang disebabkan orang lain, seringkali reaksi pertama kita adalah kemarahan, keinginan untuk menuntut seseorang membayar atas penderitaan yang telah kita alami. Yesus yang telah bangkit tidak bereaksi seperti itu. Ketika Ia bangkit dari alam maut, Yesus tidak membalas dendam. Ia tidak kembali dengan gestur kekuasaan, melainkan dengan kelembutan Ia menunjukkan sukacita kasih yang lebih besar daripada luka apa pun dan lebih kuat daripada pengkhianatan apa pun.

 

Yesus yang bangkit tidak merasa perlu menegaskan kembali atau menegaskan superioritas-Nya. Ia menampakkan diri kepada sahabat-sahabat-Nya – para murid – dan Ia melakukannya dengan sangat bijaksana, tanpa memaksakan kecepatan penerimaan mereka. Satu-satunya keinginan-Nya adalah kembali bersekutu dengan mereka, membantu mereka mengatasi rasa bersalah. Kita melihat hal ini dengan sangat jelas di Ruang Atas, di mana Tuhan menampakkan diri kepada sahabat-sahabat-Nya yang terkepung ketakutan. Sebuah momen yang mengungkapkan kuasa yang luar biasa: Yesus, setelah turun ke jurang maut untuk membebaskan mereka yang terpenjara di sana, memasuki ruangan tertutup bagi mereka yang lumpuh karena ketakutan, membawakan mereka anugerah yang tak berani diharapkan seorang pun: damai sejahtera.

 

Salam-Nya sederhana, hampir biasa: "Damai sejahtera bagi kamu!" (Yoh 20:19). Namun, salam itu disertai dengan gestur yang begitu indah sehingga hampir membingungkan: Yesus menunjukkan tangan dan lambung-Nya kepada para murid, dengan bekas-bekas sengsara. Mengapa memperlihatkan luka-luka-Nya kepada mereka yang, pada saat-saat dramatis itu, telah menyangkal dan meninggalkan-Nya? Mengapa tidak menyembunyikan tanda-tanda rasa sakit itu dan menghindari membuka kembali luka rasa malu?

 

Namun, Injil mengatakan bahwa ketika melihat Tuhan, para murid bersukacita (bdk. Yoh. 20:20). Alasannya sangat mendalam: Yesus kini telah sepenuhnya berdamai dengan segala penderitaan-Nya. Tak ada sedikit pun rasa dendam. Luka-luka itu bukan untuk mencela, melainkan untuk meneguhkan kasih yang lebih kuat daripada perselingkuhan apa pun. Luka-luka itu adalah bukti bahwa, bahkan di saat kegagalan kita, Allah tidak mundur. Ia tidak menyerah pada kita.

 

Dengan cara ini, Tuhan menunjukkan diri-Nya telanjang dan tak berdaya. Ia tidak menuntut, Ia tidak menjadikan kita tebusan. Kasih-Nya tidak merendahkan; damai sejahtera dari seseorang yang telah menderita demi kasih dan kini akhirnya dapat menegaskan bahwa penderitaan itu sepadan.

 

Sebaliknya, kita sering menutupi luka-luka kita karena kesombongan, atau karena takut terlihat lemah. Kita berkata, "tidak masalah", "semuanya sudah berlalu", tetapi kita tidak benar-benar berdamai dengan pengkhianatan yang telah melukai kita. Terkadang kita lebih suka menyembunyikan upaya kita untuk mengampuni agar tidak terlihat rentan dan berisiko menderita lagi. Yesus tidak demikian. Ia menawarkan luka-luka-Nya sebagai jaminan pengampunan. Dan Ia menunjukkan bahwa kebangkitan bukanlah penghapusan masa lalu, melainkan perubahan rupanya menjadi pengharapan akan belas kasihan.

 

Kemudian, Tuhan mengulangi: "Damai sejahtera bagi kamu!". Dan Ia menambahkan, "Sama seperti Bapa mengutus Aku, sekarang Aku juga mengutus kamu" (ayat 21). Dengan kata-kata ini, Ia memercayakan para rasul dengan tugas yang lebih merupakan tanggung jawab daripada kuasa: menjadi alat pendamaian di dunia. Seolah-olah Ia berkata, "Siapakah yang dapat mewartakan wajah Bapa yang penuh belas kasihan, kalau bukan kamu, yang telah mengalami kegagalan dan pengampunan?".

 

Yesus mengembusi mereka dan memberi mereka Roh Kudus (ayat 22). Roh yang sama yang menopang-Nya dalam ketaatan kepada Bapa dan dalam kasih bahkan sampai di kayu salib. Sejak saat itu, para rasul tidak akan lagi dapat berdiam diri tentang apa yang telah mereka lihat dan dengar: karena Allah mengampuni, mengangkat, dan memulihkan kepercayaan.

 

Inilah inti misi Gereja: bukan untuk berkuasa atas sesama, melainkan untuk mengomunikasikan sukacita mereka yang dikasihi justru ketika mereka tidak pantas menerimanya. Kekuatan inilah yang melahirkan komunitas kristiani dan membuat mereka bertumbuh: pria dan wanita yang menemukan keindahan kembali ke kehidupan untuk dapat membagikannya kepada sesama.

 

Saudara-saudari terkasih, kita juga diutus. Tuhan menunjukkan luka-luka-Nya kepada kita dan berkata: Damai sejahtera bagi kamu. Jangan takut untuk menunjukkan luka-lukamu yang telah disembuhkan oleh belas kasihan. Jangan takut untuk mendekat kepada mereka yang terjebak dalam ketakutan atau rasa bersalah. Semoga embusan Roh Kudus menjadikan kita juga saksi-saksi damai sejahtera dan kasih yang lebih kuat daripada kekalahan apa pun ini.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang berpartisipasi dalam audiensi hari ini, khususnya kelompok dari Inggris, Skotlandia, Irlandia, Irlandia Utara, Denmark, Belanda, Norwegia, Australia, Selandia Baru, Kamboja, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Lebanon, Malaysia, Filipina, Taiwan, Tanzania, Vietnam, Kanada, dan Amerika Serikat.

 

Secara khusus saya menyapa para seminaris Kolese Kepausan Irlandia, yang sedang memulai studi mereka, dan kepada para diakon Kolese Kepausan Amerika Utara, beserta keluarga dan sahabat mereka.

 

Memasuki bulan yang didedikasikan untuk Rosario Suci, saya mengajakmu untuk mendoakannya setiap hari demi perdamaian di dunia kita. Semoga damai Kristus yang bangkit menyertai kamu semua! Allah memberkatimu.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris]

 

Saudara-saudari terkasih, dalam katekese lanjutan kita tentang Yesus, pengharapan kita, hari ini kita merenungkan kebangkitan Yesus, sumber iman dan pengharapan kita. Dengan penuh kelembutan, Yesus menampakkan diri kepada para murid untuk memulihkan persekutuan dan menyatakan kasih-Nya, yang melampaui pengkhianatan, luka, dan bahkan kematian. Sebagai tanda kasih ini, Yesus memberikan dua karunia kepada para Rasul: damai sejahtera-Nya dan Roh Kudus. "Damai sejahtera bagi kamu," kata-Nya sambil menunjukkan luka-luka-Nya kepada mereka. Hal ini dilakukan bukan untuk mempermalukan mereka yang meninggalkan-Nya, melainkan meyakinkan mereka akan pengampunan dan kasih-Nya, serta mengajarkan mereka bahwa kematian-Nya di kayu salib telah diubah menjadi tanda pengharapan. Dengan memberikan Roh Kudus, Yesus memercayakan para Rasul tugas untuk menjadi alat-Nya di dunia. Pelajaran ini penting bagi kita masing-masing: Allah mengampuni, membangkitkan, dan mengutus kita kembali. Semoga kita juga menjadi saksi kebangkitan yang penuh sukacita dengan membawa damai sejahtera, pengharapan, dan kasih Kristus kepada dunia yang hancur.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 1 Oktober 2025)